6:12 AM | Author: iuz

Profesi TP di Sekolah: dalam Persimpangan antara Guru TIK, Media Specialist dan Instructional Designer


Di Indonesia, memang belum ada profesi atau jabatan fungsional terkait dengan ahli media dan desainer pembelajaran, sebagaimana halnya dokter spesialis, bidan, dan bahkan perawat dalam dunia kedokteran. Pada dasarnya, proses pembelajaran di institusi pendidikan, apakah itu sekolah, perguruan tinggi, lembaga pelatihan, kursus dan lain-lain, memerlukan orang yang dapat merancang pembelajaran (desainer pembelajaran) dan memilih serta menentukan media yang tepat sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi. Dengan tujuan mencapai hasil pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik serta menyenangkan. Di sekolah, katakanlah, fungsi merancang pembelajaran dan menentukan serta memilih media yang tepat, memang dibebankan pada guru. Salah satu kompetensi guru adalah mampu merancang pembelajaran yang tepat dengan media yang tepat. Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, fungsi guru tersebut perlu didukung oleh spesialis yang memang khusus menguasai bidang itu.
Di Amerika Serikat dan negara-negara maju, memang sudah ada profesi yang khusus sebagai spesialis media yang bekerja di sekolah. Mereka memiliki fungsi men-support guru khususnya dan sekolah umumnya memilih, menentukan, mengembangkan dan menyediakan media yang tepat untuk strategi-strategi pembelajaran tertentu yang diperlukan. Di Indonesia belum ada. Bahkan, desainer pembelajaran, telah menjadi profesi tersendiri juga, walaupun antara keduanya, spesialis media dan desainer pembelajaran saling beririsan satu sama lain.
Dalam wacana ini, saya justeru mengusulkan, entah bagaimana caranya agar lulusan TP yang memiliki peluang bekerja di sekolah sebagai ahli media dan desainer pembelajaran (media specialist and instructional designer). Profesi ini, perlu diwadahi dalam satu lembaga, yang dalam konsep teknologi pendidikan dikenal dengan nama Pusat Sumber Belajar (Learning Resources Center). Saya melihat bahwa fungsi ini lebih tepat, ketimbang lulusan TP dijadikan sebagai guru TIK di sekolah. Walaupun keputusan beberapa program studi TP di Indonesia, mengusulkan agar lulusan dapat berperan sebagai guru TIK. Itu, tidak salah, sah-sah saja secara pragmatis. Tapi kalau berbicara idealis, adalah kewajiban kita bersama memperjuangkan profesi teknologi pendidikan dimana salah satunya adalah berperan sebagai media specialist, desainer pembelajaran dan bahkan evaluator pendidikan.
Kembali ke peran TP sebagai spesialis media dan desainer pembelajaran. Mengapa peran tersebut diperlukan di lembaga pendidikan, khususnya sekolah? Karena, adalah fakta bahwa tidak semua guru memiliki kompetensi yang utuh dalam merancang pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Pembelajaran masih cenderung bersifat teacher-centered learning. Begitu pula dalam hal pemilihan strategi, metode dan media yang relevan. Adalah tidak mungkin, guru di sekolah mampu melakukan semua itu, tanpa bantuan spesialis dalam hal tersebut. Di sisi lain, karakteristik generasi muda dewasa ini (para siswa) sangat berbeda dangan karakteristik generasi masa lalu. Mereka adalah kaum millenial yang memiliki gaya dan cara belajar sangat berbeda dan beragam. Keberadaan sepesialis media dan desainer pembelajaran untuk membantu guru, khususnya dan sekolah secara umum dalam menciptakan pembelajaran paradigma moderan, sehingga menghasilkan generasi abad 21 (21st century skills), nampaknya mutlak. Disciplin ilmu yang menghasilkan tenaga ahli media dan desainer pembelajaran, sebenarnya telah ada sejak tahun 1980-an dan kini telah ada di hampir semua universitas negeri (FKIP, atau FIP) di Indonesia. Dan tidak hanya meluluskan jenjang S1, tapi juga S2 dan S3. Sy sendiri secara linier lulusan S1, S2 teknologi pendidikan dan kini sedang menyelesaikan studi dalam program studi yang sama.